Mahasiswa Depan Laptop Kalau Ngga Nugas Ya Nulis: Tidak Semudah Itu Ferguso

Kredit foto: Dokumen pribadi

Kata orang, menulis itu tak pernah mudah. Tapi banyak orang juga yang berpendapat kalau menulis itu mudah. Mana yang benar?

Mulanya saya ingin sedikit bercerita tentang sengkarut kehidupan saya yang mulai melupakan kegiatan-kegiatan produktif. Kegiatan sehari-hari sebagai mahasiswa yang pada umumnya terjebak dalam zona nyaman dan bisa dikatakan kontraproduktif. Setiap hari cuma kuliah-nugas-ngopi-tidur dan kurang lebih seperti itu saja penjelasan secara umum dalam lingkaran siklusnya.

Berangkat dari siklus kehidupan itu nampaknya secara tidak langsung membangun watak pragmatis dan malah semakin mengarah pada watak apatis sebagai mahasiswa pengabdi dosen dan pecandu rebahan kala weekend.

Untungnya kesadaran untuk keluar dari zona nyaman baru-baru ini mulai saya bangun, tapi malah merasa kebingungan--kehidupan memang tak pernah semulus paha bintang iklan. Seperti sekarang ini, akhirnya mahasiswa seperti saya merasa susah, bingung, dan mulai bertanya-tanya: bagaimana mengindahkan kegiatan produktif khususnya menulis lagi.

Beberapa alasan akan saya paparkan sebagai faktor kemandegan kegiatan tulis menulis beberapa hari terakhir, yang mungkin beberapa alasan sempat atau sedang kawan-kawan alami dan semoga bisa dijadikan bahan renungan untuk dipetik hikmahnya.

Kesempatan Menulis

Bagaimana tidak? Seringkali situasi, kondisi, toleransi, pantauan, dan jangkauan tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan dan malah menuntut kita menyesuaikan dengan itu semua. Kalau kata Fiersa Besari "Kita adalah rasa yang tepat di waktu yang salah". Dan akhir-akhir ini saya merasakan hal serupa.

Pertama, kadangkala ide-ide tulisan muncul saat mata ini sudah terasa berat dan tak mampu ditahan lagi, kalau dipaksakan yang terjadi malah ketiduran depan laptop. Kedua, bagi seorang mahasiswa seperti saya, acapkali ide-ide tulisan hilang bahkan lupa seketika tatkala tugas mata kuliah datang menghadang dan menuntut untuk segera diselesaikan, terlebih lagi deadline dari dosen yang tidak berperikemanusiaan.

Ketiga, buyarnya konsentrasi ketika muncul notifikasi dari sang pujaan hati --gesit dan langsung sikat-- seolah lupa segala bahkan pekerjaan di depan mata. Keempat, ajakan-ajakan dari oknum tidak bertanggung jawab untuk kongko-kongko yang berujung pada mabar(main bareng) Mobile Legend atau PUBG sampai pagi. Kelima, ini yang paling parah, panggilan dari bantal, guling, dan kasur yang setiap kali sorot mata memandang mereka seolah memanggil dan merayu untuk ditiduri.

Mungkin beberapa pembaca akan memberi sanggahan "Ah, itu sih cuma masalah ngatur waktunya aja kok". Iya memang, tapi masih ada alasan lain dibawah ini kok, santai jangan emosi dulu.

Topik Yang Akan Ditulis

Pasti dari beberapa pembaca heran kenapa alasan ini saya masukkan. "Kan sangat banyak topik dan isu-isu yang bisa diangkat jadi tulisan" Ya, betul sekali, sangat banyak topik dan isu yang muncul setiap harinya, ya meskipun beberapa dari itu banyak yang simpang siur dan tumpang tindih apalagi maraknya isu-isu hoax yang disebar.

Terlepas dari itu semua, saya menyadari kalau banyak fenomena kasat mata maupun tidak yang sebenarnya sangat menarik untuk diulas. Tapi bagaimana lagi, saya malah menemukan masalah dari keuntungan tersebut. Masalah itu datang dari sistem kerja otak saya yang tidak terprogram untuk bekerja dengan sistem multitasking. Seperti smartphone canggih jaman sekarang yang punya fitur layar split artinya mampu menjalankan dua aplikasi yang muncul di layar secara bersamaan, mungkin benar kata orang "phone-nya yang smart orangnya engga".

Seringkali ketika saya sudah memilih topik untuk diulas dan sudah setengah perjalanan dalam proses penggarapannya, muncul topik baru yang tak kalah menariknya. Bingung mau menyelesaikan yang mana dulu, walhasil masih untung kalau salah satu tulisan yang rampung (soalnya salah satu topik memang sangat menarik dan untungnya bisa memaksa diri fokus) ya meskipun salah satunya otomatis mengendap jadi tulisan ampas yang setengah matang. Malah yang parah dan paling sering terjadi adalah keduanya mandeg di tengah perjalanan.

Pemilihan Kosa Kata

Kata orang "Banyak baca supaya banyak kosakata". Heran lagi kenapa alasan pemilihan kosakata saya masukkan? Baiklah akan saya jawab. Hal itu sebenarnya sudah saya lakukan. Mulai dari membaca buku, novel, koran, berita online. Tetapi masih ada saja kebingungan dalam diri saya, khususnya mengaca pada fenomena belakangan ini dengan maraknya generasi milenial yang ter-influence suatu hal yang sebenarnya ngga baru-baru amat tapi mulai ramai-ramainya jadi bahan rerasan.

"Anak Indie" begitu mereka menyebutnya.
Beberapa akun sosial media seperti Instagram, Facebook, Twitter, OA Line yang memuat postingan sastra estetis seolah kebanjiran followers baru yang awalnya tertarik pada dunia sastra gara-gara kopi, senja, dan hujan. Buktinya Snapgram dan caption foto Instagram anak muda zaman sekarang lebih sering bertuliskan sajak-sajak (terlepas mereka sekadar copy paste atau tidak).

Kalau boleh jujur akhir-akhir ini saya sedikit terbawa suasana, bahkan intensitas mempelajari sastra estetis lebih besar daripada mempelajari bidang-bidang lain, maklum jurusan kuliah saya kebetulan satu fakultas dengan anak-anak sastra yang semakin mempermudah saya untuk mengulik beberapa hal mengenai sastra. Bahkan, sesekali saya mencoba  menulis sajak--yang pada akhirnya saya merasa geli sendiri lantaran diksi yang terlalu muluk-muluk dan seolah dibuat-buat. Walhasil, sajak itu hanya tersimpan sebagai catatan-catatan kecil di halaman belakang binder.

Tapi disini saya tidak berani menyebut diri sebagai "Anak Indie" soalnya saya masih ngerasa kembung kalau kebanyakan minum kopi, saya lebih memilih leyeh-leyeh ketimbang mengambil secarik kertas dan menulis puisi di pelataran kosan sembari menikmati senja sepulang kuliah, dan saya lebih khawatir masuk angin daripada ingat kenangan ketika kehujanan.

Saya sendiri tidak menutup kemungkinan bahwa hal semacam ini menjadi satu keterbatasan tersendiri bagi saya. Karena, dari awal saya terbiasa dengan tulisan baku dengan kaidah ilmiah, yang tidak menutup kemungkinan ada saja letak kecolongan yang saya tidak sadar akan itu. Tapi, untuk menulis dengan bahasa yang santai memang perlu saya pelajari lagi. Sebagai pembenaran, saya mencoba mengangkat premis "Tidak ada manusia yang sempurna".

Ya kurang lebih itu alasan-alasan saya pribadi sebagai seorang mahasiswa yang menyebabkan kebingungan dalam dunia tulis menulis. Alasan yang saya paparkan memang sangat subjektif dan memang saya niatkan untuk sharing kepada pembaca sekalian. Salam.

***

(MSS)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kajian Historis Bandit-bandit di Jawa 1850-1942

Kopi dan Kontemplasi

Seni Hidup Crazy Ala Sofyan Sauri